Bunga Yang Tak Lagi Bisa Dipetik
Dulu, aku hanya bunga.Tumbuh di tanah yang tak pernah benar-benar subur, tapi tetap berusaha mekar agar tampak indah di mata siapa pun yang memandang. Aku tak pernah banyak menuntut. Aku diam saja, meski akar-akar tubuhku sering terinjak, kelopakku diusap dengan kasar, dan batangku dipetik tanpa izin.
Mereka memujiku.Kata mereka, aku cantik karena aku diam. Karena aku tak pernah protes saat dicandai, saat direndahkan, saat dijadikan hiasan sementara lalu dibuang ketika layu. Mereka mengira aku tumbuh untuk menyenangkan mereka. Mereka pikir, bunga tak pernah berubah. Tetap indah. Tetap wangi. Tetap pasrah.Tapi waktu berjalan.
Dan luka-luka itu menyatu dalam akar, menyusup ke batang, mengalir hingga ke ujung kelopak. Aku tidak lagi sama. Diamku tak lagi berarti lembut. Dan mekaranku kini bukan untuk dikagumi, melainkan peringatan.Karena kini aku tumbuh duri.Tajam. Tegas. Tak bisa kalian abaikan.
Bunga ini tak bisa lagi dipetik seenaknya. Sekali kau coba, duri akan mencabik tanganmu. Dan jika kau paksakan jari-jarimu merobek kelopakku yang lembut, aku akan mengeluarkan cairan pahit—racun dari semua sakit yang dulu kutelan dalam diam.Mereka terkejut. "Kenapa bunga ini berubah?" tanya mereka.
Tapi mereka lupa, bahkan bunga pun bisa lelah jika terus disakiti. Bahkan bunga pun bisa menumbuhkan senjata jika terlalu sering dianggap hiasan yang tak punya harga diri.Aku bukan bunga yang sama seperti tahun lalu.
Dulu aku tumbuh untuk menyenangkan kalian. Kini aku tumbuh untuk melindungi diriku sendiri. Aku tidak perlu lagi pujian yang palsu. Aku tidak ingin lagi disentuh tangan yang dulu tak pernah tahu cara menjaga.
Dan jika kau coba memetikku sekarang, aku tak akan memberimu keindahan. Aku akan memberimu luka. Bukan karena aku kejam, tapi karena aku belajar… bahwa bahkan bunga pun harus tahu caranya bertahan hidup.
Canica Bimbung

Komentar
Posting Komentar